Pengertian hukum

Label: , , ,

Pengertian hukum mungkin tidak begitu diketahui oleh sebagian orang meskipun kata ini sering didengar dan diucapkan oleh banyak orang. Pengertian hukum adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah.
Definisi hukum diatas dijabarkan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia. Lantas bagaimana pengertian hukum menurut kamus bahasa asing semisal oxford? Tentu kita perlu menterjemahkannya terlebih dahulu menjadi bahasa inggris.

Jika kita menggunakan kamus dari google, kita akan mengetahui bahwa arti hukum dalam bahasa inggris adalah ‘law’. Kata law dalam bahasa inggris didefinisikan dalam kamus Oxford  sebagai; “All the rules established by authority or custom for regulating the behavior of members of a community or country”.

Jika di terjemahkan menggunakan kamus dari google kembali, artinya; “Semua peraturan yang ditetapkan oleh otoritas atau kustom untuk mengatur perilaku anggota komunitas atau negara”. Kustom yang diterjemahkan dari custom oleh google di sini bisa berarti adat atau kebiasaan. Sampai di sini saya rasa anda sudah dapat mendapat gambaran singkat mengenai definisi hukum atau pengertian hukum dari uraian diatas.

Proklamsi 1945 vs Penegakan Hukum

Label: , , , ,

Proklamasi’45 adalah statement kemerdekaan yang merupakan pernyataan sikap bangsa Indonesia yang ditujukan kepada seluruh rakyat Indonesia maupun kepada seluruh masyarakat dunia bahwa kita “telah merdeka” dari penjajahan bangsa asing sejak tanggal 17 Agustus 1945. Proklamasi’45 adalah pintu gerbang kemerdekaan Indonesia sekaligus terbentuknya Negara Republik Indonesia, dengan meletakkan PANCASILA sebagai dasar Negara Republik Indonesia. Adapun dibentuknya Negara Indonesia dengan 2 (dua) tujuan, yaitu tujuan negara ke dalam dan tujuan negara ke luar. Untuk tujuan negara ke dalam yaitu ditujukan kepada sesama bangsa Indonesia, adalah untuk : 1). “melindungi segenap bangsa Indonesia dan segenap tumpah darah Indonesia” ; 2). “memajukan kesejahteraan umum” ; 3). “mencerdaskan kehidupan bangsa” ; sedangkan tujuan negara Indonesia ke luar, yang ditujukan kepada masyarakat dunia, adalah untuk, “ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial” ; 

Namun untuk melaksanakan tujuan negara Indonesia ke dalam, seperti melindungi segenap bangsa indonesia dan segenap tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa hanya bisa dilakukan melalui Penegakan Hukum Yang Baik. Tanpa tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik dalam penegakan hukum (Law Enforcement) dan adanya kesadaran seluruh rakyat bangsa Indonesia untuk selalu patuh dengan hukum, maka mustahil tujuan negara Indonesia dapat tercapai. Tidak mungkin semua program pembangunan yang dicanangkan oleh pihak pemerintah yang bertujuan mewujudkan tujuan negara seperti disebutkan di atas akan berhasil tanpa terjaminnya penegakan hukum yang baik serta adanya kepastian hukum di Indonesia. Bahkan pembangunan cenderung berdampak sebaliknya, yaitu menjadikan bangsa dan rakyat Indonesia ini menjadi miskin dan sengsara. Kenyataan ini bertolak belakang dengan fakta yang ada, dimana Indonesia dikenal sebagai sebuah negara dengan Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah, namun rakyatnya miskin ditengah-tengah kekayaannya. Ironis !! 

Proklamasi’45 jelas lahir dari rasa senasib dan sepenanggungan, dan kemerdekaan adalah jembatan emas untuk merubah nasib bangsa Indonesia dari “miskin” menuju “kaya”. Dan setelah 62 tahun berlalu, ternyata kemerdekaan Indonesia belum menjadikan bangsa ini “kaya”. “Kaya” disini dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan manusia atau suatu bangsa untuk mengumpulkan nilai-nilai yang hidup dan diakui ditengah-tengah masyarakat dunia. Dan nilai-nilai tersebut meliputi : 1) masyarakatnya rata-rata memiliki Pendidikan yang baik ; 2) memiliki Keterampilan ; 3) memiliki kecukupan Harta ; 3) memiliki Kekuasaan dalam system demokrasi ; 4) punya Harga Diri sebagai suatu bangsa yang merdeka ; 5) ada Kepastian Hukum dan Keadilan ; 6) ada Kasih Sayang dan Toleransi ; 7) memiliki badan yang sehat Lahir Batin ; 8) merasa Aman hidup berdampingan dan berusaha ; 9) ada Kebebasan yang bertanggungjawab ; Dll. 

Fakta yang ada adalah, bangsa ini miskin pendidikan, miskin keterampilan, miskin kekuasaan untuk mampu mempengaruhi keadaan menjadi lebih baik, miskin harta-benda, miskin kasih sayang, miskin kesehatan, miskin keamanan, miskin kebebasan dalam hidup rukun berdampingan dan miskin keadilan serta kepastian hukum. Mengapa ini sampai terjadi ? karena bangsa ini cq. Pemerintah beserta Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat belum memiliki kualitas nasionalisme yang baik, dan tidak faham betul terhadap cita-cita proklamasi’45, sehingga akibatnya mereka gagal dalam mendidik rakyatnya atau ummatnya. Bangsa ini setelah proklamasi’45 yang tumbuh dan berkembang adalah ikatan primordialisme, yaitu isme kesukuan, isme kedaerahan, isme golongan dan isme keagamaan. Jangan heran kalau komplik timbul dimana-mana selalu berasal dari ikatan primordialisme dan belum terbangunnya nasionalisme. Dan komlik ini akan semakin potensial terjadi karena pemerintah gagal dalam memimpin bangsa dan rakyat Indonesia, terutama dalam sektor ekonomi sehingga pemerintah tidak mampu mensejahterakan rakyatnya dalam bidang ekonomi. Kemiskinan ekonomi ditambah faham primordialisme yang kuat dan minimnya nasionalisme rakyat Indonesia akan membuat bangsa ini potensial menimbulkan disintegrasi yang cenderung merindukan memisahkan diri dari NKRI. 

Proklamasi’45 sebagai jembatan emas menuju cita-cita Indonesia harus diselamatkan dengan meletakkan perioritas program pembangunan dengan jalan bagaimana membangkitkan nasionalisme rakyat Indonesia, mensejahteraakan rakyat yang secara simultan segera memperbaiki kualitas Penegakan Hukum di Indonesia yang tidak diskriminatif.. Jika ini dilakukan dan terujud, maka rakyat akan bangga sebagai warganegara Indonesia dan dampak berantai dari kecintaan rakyat Indonesia terhadap negaranya dalam suasana adanya kepastian hukum atau tegaknya hukum di Indonesia tentu akan dapat memberikan kontribusi efektif terhadap seluruh aspek perekonomian dan pembangunan Indonesia pada umumnya. Semoga !!.

Penegakan Hukum antara Harapan & Kenyataan

Label: , , , ,

Penegakan hukum yang bertanggungjawab (akuntabel) dapat diartikan sebagai suatu upaya pelaksanaan penegakan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan kepada publik, bangsa dan negara yang berkaitan terhadap adanya kepastian hukum dalam sistem hukum yang berlaku, juga berkaitan dengan kemanfaatan hukum dan keadilan bagi masyarakat. Proses penegakan hukum memang tidak dapat dipisahkan dengan sistem hukum itu sendiri. Sedang sistem hukum dapat diartikan merupakan bagian-bagian proses / tahapan yang saling bergantung yang harus dijalankan serta dipatuhi oleh Penegak Hukum dan Masyarakat yang menuju pada tegaknya kepastian hukum. 

Sudah menjadi rahasia umum bahwa penegakan hukum di Indonesia sangat memprihatinkan, di samping itu anehnya masyarakatpun tidak pernah jera untuk terus melanggar hukum, sehingga masyarakat sudah sangat terlatih bagaimana mengatasinya jika terjadi pelanggaran-pelanggaran hukum yang dilakukannya, apakah itu bentuk pelanggaran lalu-lintas, atau melakukan delik-delik umum, atau melakukan tindak pidana korupsi, tidak menjadi masalah. Sebagian besar masyarakat kita telah terlatih benar bagaimana mempengaruhi proses hukum yang berjalan agar ia dapat terlepas dari jerat hukumannya. Kenyataan ini merupakan salah satu indikator buruknya law enforcement di negeri ini. 

Sekalipun tidak komprehensif perlu ada angkah-langkah untuk membangun sistem penegakan hukum yang akuntabel, antara lain : 1). Perlunya penyempurnaan atau memperbaharui serta melengkapi perangkat hukum dan perundang-undangan yang ada, sebagai contoh, perlunya ditindaklanjuti dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) dari UU No.4 tahun 2004 terutama yang mengatur tentang pemberian sanksi pidana bagi pelanggar KUHAP, khususnya bagi mereka, yang ditangkap, ditahan,dituntut, atau diadili tanpa berdasarkan hukum yang jelas, atau karena kekeliruan orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana telah ditegaskan dalam pasal 9 ayat (2) UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman ; 2) Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Penegak Hukum baik dari segi moralitas dan intelektualitasnya, karena tidak sedikit Penegak Hukum yang ada saat ini, tidak paham betul idealisme hukum yang sedang ditegakkannya ; 

3). Dibentuknya suatu lembaga yang independen oleh Pemerintah dimana para anggotanya terdiri dari unsur-unsur masyarakat luas yang cerdas (non Hakim aktif, Jaksa aktif dan Polisi aktif) yang bertujuan mengawasi proses penegakan hukum ( law enforcemen’ ) dimana lembaga tersebut nantinya berwenang merekomendasikan agar diberikannya sanksi bagi para penegak hukum yang melanggar moralitas hukum dan / atau melanggar proses penegakan hukum [ vide : pasal 9 ayat (1) dan (2) UU No.4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman , Jo. pasal 17 Jo psl. 3 ayat (2 ) dan (3) Jo. Psl.18 ayat (1) dan (4) UU No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) ] ; 4) Perlu dilakukannya standarisasi dan pemberian tambahan kesejahteraan yang memadai khususnya bagi Penegak Hukum yang digaji yaitu : Hakim, Jaksa dan Polisi ( Non Advokat ) agar profesionalisme mereka sebagai bagian terbesar penegak hukum di Indonesia dalam kerjanya lebih fokus menegakkan hukum sesuai dari tujuan hukum itu sendiri ;. 

5) Dilakukannya sosialisasi hukum dan perundang-undangan secara intensif kepada masyarakat luas sebagai konsekuensi asas hukum yang mengatakan bahwa ; “ setiap masyarakat dianggap tahu hukum ”, sekalipun produk hukum tersebut baru saja disahkan dan diundangkan serta diumumkan dalam Berita Negara. Disini peran Lembaga Bantuan Hukum atau LBH-LBH dan LSM-LSM atau lembaga yang sejenis sangat diperlukan terutama dalam melakukan “advokasi” agar hukum dan peraturan perundang-undangan dapat benar-benar disosialisasikan dan dipatuhi oleh semua komponen yang ada di negeri ini demi tercapainya tujuan hukum itu sendiri ;. 6). Membangun tekad (komitmen) bersama dari para penegak hukum yang konsisten. Komitmen ini diharapkan dapat lahir terutama yang dimulai dan diprakarsai oleh “Catur Wangsa” atau 4 unsur Penegak Hukum, yaitu : Hakim, Advokat, Jaksa dan Polisi, kemudian komitmen tersebut dapat dicontoh dan diikuti pula oleh seluruh lapisan masyarakat ; 

Namun usul langkah-langkah di atas untuk membangun sistem penegakan hukum yang akuntabel tentu tidak dapat berjalan mulus tanpa ada dukungan penuh dari Pemerintahan yang bersih (‘clean government’), karena penegakan hukum (‘law enforcement’) adalah bagian dari sistem hukum pemerintahan. Pemerintahan negara ( ‘lapuissance de executrice’) harus menjamin kemandirian institusi penegak hukum yang dibawahinya dalam hal ini institusi “Kejaksaan” dan “Kepolisian” karena sesungguhnya terjaminnya institusi penegakan hukum merupakan platform dari politik hukum pemerintah yang berupaya mengkondisi tata-prilaku masyarakat indonesia yang sadar dan patuh pada hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Penegakan hukum yang akuntabel merupakan dasar dan bukti bahwa Indonesia benar-benar sebagai Negara Hukum ( ‘rechtsstaat’ ). Di samping itu rakyat harus diberitahu kriteria / ukuran yang dijadikan dasar untuk menilai suatu penegakan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan kepada publik guna menciptakan budaya kontrol dari masyarakat, tanpa itu penegakan hukum yang baik di Indonesia hanya ada di Republik Mimpi.